Memutus Semua Keinginan Untuk Mengetahui Hakikat Sifat Allah
Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan
Memutus Semua Keinginan Untuk Mengetahui Hakikat Sifat Allah adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Tentang Nama-Nama Allah dan Sifat-SifatNya. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 6 Rabiul Awal 1442 H / 23 Oktober 2020 M.
Kajian Tentang Memutus Semua Keinginan Untuk Mengetahui Hakikat Sifat Allah
Pembahasan kita masih berkaitan dengan tiga pilar utama aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah di dalam mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Tabaraka wa Ta’ala. Telah dijelaskan landasan yang pertama, yaitu mengimani, meyakini, menetapkan semua sifat yang tertera di dalam Al-Qur’an dan dalam hadits-hadits yang shahih. Kita imani, kita tetapkan, tanpa dipungkiri, tanpa diingkari, tanpa diselewengkan dan tanpa diserupakan dengan sifat-sifat makhluk. Baik itu sifat Ats-Tsubutiyyah (yang Allah tetapkan untuk diriNya) atau sifat Salbiyyah (sifat yang Allan nafikan dari diriNya). Karena semua sifat-sifat yang dinafikan oleh Allah dari diriNya, itu merupakan sifat-sifat kekurangan. Dan Allah Maha Suci dari sifat kekurangan tersebut.
Yang kedua, yaitu kita meyakini bahwa sifat Allah tidak serupa dengan sifat makhluk. Sifat Allah sesuai dengan kebesaran dan keagungaNnya serta kesempurnaan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Tidak akan mungkin sifat tersebut menyerupai sifat makhluk. Perbedaan antara sifat Allah dengan sifat makhluk seperti perbedaan antara Dzat Allah dengan dzat makhlukNya.
Kemudian yang ketiga, ini yang akan kita jelaskan pada kesempatan kali ini. Yaitu kita memutus semua keinginan kita untuk mengetahui hakikat sifat tersebut, kaifiyah. Jadi apapun yang terbesit dalam benak pikiran kita, usaha untuk mengetahui hakikat sifat Allah, maka semua hal itu kita tutup, diputus rantai tersebut, tidak ada kemungkinan dan peluang sama sekali untuk bisa mengetahui hakikat sifat tersebut.
قطع الطمع عن إدراك كيفية
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mereka mengimani semua sifat Allah dan juga mengimani hakikatnya, tapi mereka meyakini bahwa hakikat tersebut tidak akan mungkin bisa kita ketahui, mustahil kita bisa mengetahui ilmu tentang hakikatnya, tentang kaifiyahnya.
Jadi bukan berarti hakikat itu tidak ada, hakikat itu ada, tapi yang dinafikan oleh Ahlus Sunnah adalah keilmuan kita tentang hakikat sifat tersebut. Artinya, mustahil kita bisa mengetahui hakikat tersebut, tapi hakikatnya ada. Karena setiap sifat itu pasti memiliki hakikat. Hakikat sifat tersebut kita serahkan kepada Allah. Kita hanya meyakini bahwa hakikatnya ada, tapi kita tidak mengetahui.
Kenapa demikian? Karena sifat tersebut tentu berkaitan dengan DzatNya, sifat tersebut tentu ada pada Dzat dan Dzat itu memiliki sifat. Sebagaimana kita tidak mengetahui hakikat dari Dzat Allah, maka begitu juga kita tidak akan mungkin mengetahui dan tidak ada peluang untuk mengetahui hakikat dari sifatNya. Bagaimana bentuknya, bagaimana caranya, bagaimana, bagaimana, itu tidak akan mungkin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an bahwa manusia tidak akan mampu dan tidak akan mungkin bisa mengetahui hal itu, keilmuan mereka terbatas. Perkara hakikat sifat itu merupakan perkara yang ghaib, yang tidak bisa dicerna dan dipahami oleh akal, tapi kita mengimani. Artinya akal kita tidak mampu mengetahui hakikat sesuatu yang ghaib, karena memang akal tidak sampai kepada hal itu. Tapi kita mengimani dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa sesuatu yang ditetapkan Allah itu ada hakikatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan di dalam Al-Qur’an tentang hakikat yang kita utarakan tadi, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala:
… وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا ﴿١١٠﴾
“Dan mereka (manusia) tidak akan bisa meliputi tentang Allah dari sisi keilmuan.” (QS. Tha-ha[20]: 110)
Maksudnya adalah bahwa ilmu mereka tidak akan mungkin bisa mengetahui tentang dari Allah Tabaraka wa Ta’ala. Ini firman Allah Tabaraka wa Ta’ala. Maka apapun usaha untuk mengetahui hakikat tersebut, kita yakin bahwa tidak akan mungkin bisa dilakukan, manusia tidak mampu, mustahil mereka bisa sampai kepada hakikatnya. Maka secara tinjauan syariat, dalil yang menjelaskan kaidah ini yaitu ayat yang kita bacakan tadi.
Kemudian, bila kita tidak mengetahui hal itu, berarti kita tidak memiliki pengetahuan tentang hal itu, maka secara syariat juga kita diharamkan untuk mengatakan dan mengikuti sesuatu yang tidak kita ketahui ilmunya. Karena itu hal yang diharamkan oleh Allah. Berbicara, berkata, menyatakan, mengutarakan sesuatu tentang Allah yang tidak ada landasan ilmunya, hanya rekayasa semata, logika saja. Maka semua hal itu adalah hal yang tercela dan dilarang oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَـٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا ﴿٣٦﴾
“Jangan engkau mengikuti sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan dan hati (termasuk dalam hal ini pemikiran dan akal kita), semua itu akan diminta pertanggungjawaban di sisi Allah.” (QS. Al-Isra[17]: 36)
Bila seseorang mengikuti sesuatu yang tidak dia ketahui atau berusaha untuk mengetahui sesuatu yang dia tidak mampu untuk melakukannya dan tidak ada ilmu tentang hal itu, juga tidak ada jalan untuk bisa sampai pada hal yang demikian itu, maka dia termasuk kedalam orang yang telah mengikuti sesuatu yang tidak memiliki ilmunya, maka ini terlarang. Dan tidak diragukan bahwa tidak ada jalan untuk bisa mengetahui hakikat sifat. Maka barangsiapa yang berusaha untuk mengetahui hakikat sifat, berarti dia telah mengikuti sesuatu yang tidak dia ketahui dan Allah melarang hal itu. Maka jelas ini adalah perbuatan yang diharamkan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Ini tinjauan syariatnya.
Kemudian dari tinjauan akal dan logika yang sehat -kita juga menggunakan akal, karena agama untuk orang berakal, tapi akal yang dibimbing oleh wahyu- Ini bedanya Ahlus Sunnah dalam menggunakan akal. Mereka sadar dan mereka menghormati akal. Bagaimana mereka menghormati akal? Akal mereka mengikuti dan dituntun oleh syariat. Ini menjaga fungsi akal agar tidak rusak, agar tidak menyatakan berbagai macam pernyataan yang aneh dan ngawur.
Maka tinjauan akal yang benar, akal yang dibimbing oleh wahyu, orang berakal memahami bahwa untuk mengetahui hakikat sesuatu -apapun sesuatu tersebut- maka ada jalan untuk mengetahuinya. Bila ketiga media tersebut diketahui, maka seseorang akan mengetahui hakikat sesuatu yang ingin dia ketahui. Yaitu:
- Mengetahui dzatnya. Bila seseorang mengetahui dzat sesuatu, maka dia akan bisa mengetahui tentang hakikat sifatnya.
- Mendapatkan informasi yang benar dan akurat yang menjelaskan hakikat sesuatu yang ingin dia ketahui. Jadi jelas referensinya, datanya jelas, informasinya jelas, sumbernya jelas, benar beritanya, tidak dusta.
- Melihat sesuatu yang serupa dengan yang ingin dia ketahui.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49277-memutus-semua-keinginan-untuk-mengetahui-hakikat-sifat-allah/